Bekerja dengan passion akan memberikan kepuasan pada seseorang terhadap apa yang telah dicapainya. Bahkan hasil dari pekerjaan tersebut akan menjadi sesuatu yang membanggakan, sekaligus menjadi penyemangat untuk melakukannya secara terus menerus.
Namun adakalanya dibutuhkan nyali pada saat membuat keputusan besar untuk berpindah haluan bekerja dari satu industri ke industri lain.
Titi Nurmalasari, Manager Public Relations (PR) Makuku Indonesia (sebuah perusahaan yang berfokus pada Industri Ibu dan Anak), mengaku pernah berada pada posisi dilematis seperti ini. Ketika lulus kuliah di Universitas Padjajaran, yang seharusnya dia bekerja di industri hukum, justru memilih melompat ke industri komunikasi.
“Jadi saya itu seorang Sarjana Hukum yang passionnya memang kearah komunikasi. Kuliah hukum karena mengikuti keinginan orang tua. Tetapi disela perkuliahan saya juga aktif di organisasi kampus tingkat universitas (protokoler mahasiswa). Disini kegiatannya banyak mengasah ilmu komunikasi dan juga banyak beririsan dengan professional lintas fakultas dan juga tamu external rektoran, diantaranya dari Unesco dll,” ungkap Titi.
Titi mengenang, hanya selama 1 tahun magang bekerja di bidang hukum, setelah itu dengan penuh kesadaran berpindah haluan ke dunia komunikasi.
“Selama lebih dari 10 tahun bekerja, saya selalu melakukan pekerjaan saya dengan penuh passion untuk mendapatkan result yang baik. Bahkan saya tidak ada pikiran untuk balik lagi ke bidang hukum, malah ada rencana untuk ambil master di bidang komunikasi,”lanjut Titi, sembari tersenyum.
Lebih jauh Titi mengatakan, sebagai praktisi PR harus memiliki keunggulan untuk dapat melindungi, memastikan dan menjaga reputasi perusahaan.
Dia mencontohkan dirinya yang saat ini bekerja di perusahaan yang baru berdiri dua tahun di Indonesia. Dimana selain keunggulan praktisi PR, Titi juga harus dapat membuat strategi komunikasi sekaligus membangun hubungan jangka panjang melalui pembentukan citra produk, awareness hingga loyalitas konsumen.
“Tantangan yang dihadapi, harus memiliki kemampuan creative thinking diantara tingginya daya saing dalam market. Menjadi PR itu harus memiliki keluwesan dan agility dalam bekerja, sehingga dapat beradaptasi dalam situasi apapun. Dapat bekerja dengan baik dan dalam lingkungan kerja apapun, sehingga memberikan hasil pekerjaan yang baik,” ujar Titi, lagi.
Lain lagi tantangan Titi saat berada di rumah. Sebagai ibu bagi Dua orang anak yang masih balita, tentu dirinya harus tetap membersamai setiap kegiatan dan tumbuh kembang buah hatinya.
Titi merasakan menjadi ibu bekerja dan memiliki keluarga bukanlah hal yang mudah, dirinya selalu berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga.
Setiap harinya dia membuat jadwal untuk keluarga dan juga membuat to do list yang akan dilakukan dalam pekerjaan.
Sebagai contoh, di pagi hari dia selalu menyiapkan semua kebutuhan suami dan anak, barulah berangkat ke kantor. Kemudian di sela waktu istirahat kantor, menyempatkan berkomunikasi dengan keluarga
Meski begitu, Titi tidak mau jumawa untuk dikatakan telah menjadi perempuan berdaya. Karena menurutnya predikat perempuan berdaya bukanlah milik perempuan berkarier semata.
“Semua perempuan itu berdaya dimana dapat mengatasi segala tantangan dalam kesehariannya dan juga terus menambah ilmu untuk menjadi mandiri dan berdaya. Pada akhirnya, perempuan itu berdaya ketika mengembangkan segala potensi yang dimiliki dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya dengan segala kemampuan yang dimilikinya,”papar wanita yang memiliki hobi bersepeda dan menulis cerita fiksi, ini.
Terkait hobi yang masih dapat ditekuninya, Titi bersyukur memiliki support system yang hebat dari sekelilingnya.
Menurut Titi, dukungan dari keluarga maupun linkungan pekerjaan merupakan faktor yang membuat perempuan mampu berbagi peran.
“Kedua hobi tersebut masih saya lakukan disela-sela kesibukan saya, terkadang saya bersepeda di akhir pekan bersama keluarga,” ujar Titi.
Bahkan dulu sebelum pandemi, Titi aktif menjadi sukarelawan yang fokusnya pada anak- anak. Seperti mengajar anak-anak marjinal di Bogor (@terminalhujan), juga menghibur anak-anak penderita kanker. Tidak hanya itu, Titi juga kerap menggelar event probono bersama Yayasan Pita Kuning dan berhasil mendapatkan dana hingga 2 Milyar dalam 1 hari dengan aksi menggundulkan kepala.
“Untuk saat ini aku aktif mengkomunikasikan tentang penyakit Kawasaki yang kebetulan pernah diderita anakku. Alhamdulillah saat ini sudah sehat, kemaren kena ketika usia 2 tahun 10 bulan. Sekarang udah 3 tahun 5 bulan. Walaupun begitu aku tetap gencar mengedukasi orang tentang Kawasaki. Sampai kadang ada orang nggak kenal DM ( direct messenger) tanya ciri-citanya anaknya sakit apa, ada beberapa yang ternyata kena Kawasaki. Karena Kawasaki masih langka dan banyak orang yang nggak tahu. Aku juga probono bantuin orang-orang yang kurang mampu cari dana ketika kena Kawasaki,” terang Titi yang selalu tampil modist ini.
Bicara tentang busana yang memiliki peran besar menumbuhkan kepercayaan diri, Titi mengatakan dengan busana dapat menciptakan image yang baik pada si pemakainya.
Maka sudah menjadi rutinitas sebelum tidur, terlebih dulu Titi melakukan mix and match pakaian yang ada di lemari dan memikirkan besok menggunakan pakaian apa.
“Sebagai PR dan spokeperson perusahaan, saya dituntut untuk berpenampilan rapi, kapanpun dan dimanapun saya siap menjadi representative perusahaan,” pungkas Titi, kembali tersenyum. (Dewi Syafrianis)