Inovasi Nina Nugroho dalam Mengolah Batik Pinto Aceh

Inovasi Nina Nugroho dalam Mengolah Batik Pinto Aceh

INDOFASHIONNEWS - Banyak masyarakat yang menganggap batik hanya berasal dari pulau Jawa, padahal pulau lain di nusantara pun memiliki batik dengan beragam warna, corak dan makna tersendiri. Salah satu tugas fashion designer adalah mengenalkan dan mengedukasi masyarakat mengenai beragam kain tradisional   melalui busana rancangannya, seperti yang dilakukan Nina Nugroho pada ajang IN2MF 2024  yang berlangsung di Jakarta Convention Centre (1/11/24). Selain mengedukasi, langkah ini merupakan bentuk kepedulian dan upaya untuk  melestarikan warisan budaya.

Nina Nugroho, sebuah brand busana Muslimah untuk para professional,  mengambil inpirasi budaya Aceh pada koleksi bertema “Peuhaba” yang bermakna “apa kabar?”. Koleksi ini seakan mengingatkan kembali para penikmat mode  tentang kekayaan budaya Aceh, keunikan dan kesantunan dalam berbusana yang jarang dieksplorasi oleh fashion designer. Aceh adalah salah satu daerah istimewa yang mengangkat hukum Islam sebagai panduan hidup dan senada dengan semangat pemberdayaan perempuan yang diangkat secara konsisten oleh Nina karena  memiliki pahlawan perempuan terbanyak. Sebagaimana singkatan dari namanya yaitu Arab, China, Eropa dan Hindia, Aceh juga merupakan cerminan kekayaan budaya, suku bangsa dan berbagai keanekaragaman di Indonesia. 

Busana bertema Peuhaba ini dituangkan dalam 8 koleksi dengan menggunakan bahan utama batik Aceh bermotif Pinto Aceh  yang memiliki makna kepribadian yang tidak mudah terbuka dengan masyarakat luar, namun bisa berbaur hangat apabila sudah saling mengenal. Dari tangan para UKM di Aceh,  lahirlah berbagai lembaran kain batik dengan inspirasi Pinto Aceh. 

 

“Kehadiran batik Pinto Aceh merupakan aksi nyata kami dalam mengembangkan sustainable modest fashion, Kain ini dibeli langsung dari para pengrajin batik di Aceh sebagai wujud aksi nyata kami  untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi para pengrajin. Batik ini juga digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi series terbaru 2024 yaitu Aceh Series, sehingga terdapat pembelian kain batik dalam jumlah yang besar kepada pengrajin batik di sana,’’ ungkap Nina, sang desainer. 

Salah satu ciri khas Batik Pinto adalah  pemilihan  warna-warna terang dan menyala namun Nina menawarkan inovasi  dengan menggunakan  warna dasar gelap untuk menyesuaikan agar kain ini dapat digunakan oleh pecinta batik dari luar daerah Aceh. Warna ini juga sangat cocok dijadikan bahan dasar untuk busana kerja sehingga batik pinto Aceh dapat menjadi pilihan selain batik dari daerah lain yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat. 

Keseluruhan  koleksi yang ditampilkan adalah busana kerja yang mendukung kesuksesan perempuan yang dalam menemani keseharian perempuan saat bekerja. Dengan busana nyaman, desain yang indah,   perempuan Indonesia akan lebih percaya diri untuk menunjukkan eksistensi dan karyanya.  Warna-warna earth colour seperti hitam, coklat, marun, abu-abu memiliki makna keberanian, kelembutan, kehangatan, alami yang dapat digunakan oleh berbagai karekter perempuan. Sebagai ciri khas busana, Nina Nugroho tidak lupa menggunakan detil berupa piping, pleats dan double manset (wudhu friendly). Detil ini memberi kesan kekuatan, ketegasan dan profesionalisme seorang perempuan yang ditunjukkan melalui busana kerjanya. (Foto by Ade Oyot)

MEMASUKI tahun 2024, brand Nina Nugroho sudah memasuki tahun ke 8 sejak didirikan pada awal tahun 2016 lalu.

Memang masih sangat muda, namun kiprah Nina Nugroho sudah sangat luar biasa.
Sang desainer, Nina Septiana, langsung membukukan sederet prestasi begitu membidani Nina Nugroho.

Di tahun pertama, Nina Septiana telahterpilih sebagai 1 dari 10 desainer terbaik untuk mempersembahkan karyanya pada Islamic Fashion Festival Kuala Lumpur. Sejak itu, setiap tahun, Nina senantiasa mengirimkan karya-karya terbaiknya untuk melenggang di pentas-pentas fashion berskala nasional maupun internasional. Baik di dalam maupun di luar negeri.

Terjun di dunia fashion dimulai ketika Nina Septiana, ibu 4 anak ini mulai mengenakan hijab pada tahun 2007 lalu. Tubuhnya yang tinggi menjulang, yakni 172 cm, membuatnya kesulitan menemukan busana yang cocok untuk dirinya di pasaran. Dari sana Nina Septiana kemudian mulai mendisain busana untuk dirinya sendiri dan mengenakannya di berbagai kesempatan. Melihat penampilan barunya, mengenakan busana karyanya sendiri, sahabat-sahabatnya mulai tertarik untuk juga mengenakan busana karya Nina. Dari sana Nina kemudian terpikir untuk memulai bisnis busana Muslimah. Tahun 2010, Nina mulai merancang dan memproduksi sendiri label busana Muslimah pertama miliknya, yakni Saniyya.

Namun kala itu Nina menjalankan bisnisnya, hanya berdasarkan hobi dan tidak menekuninya dengan serius.
‘’Brand ini saya jalankan hanya sekedar hobi saja. Kalau pas moodnya ada, saya jalankan, kalau gak, ya sudah,’’ kenang Nina Septiana.

‘’Padahal sebenarnya energi yang dikeluarkan sama. Butuh modal, bukan hanya uang, tetapi juga waktu yang harus dialokasikan,’’ ungkap Nina Septiana.

Karena hanya sekedar hobi, banyak hal yang tidak tertata rapi. Terutama dalam hal keuangan. Tahun 2016, Nina mendapat tantangan dari sang suami, Indrawan Nugroho untuk menekuni bisnis dengan serius. Dari sana Nina mulai mencari dan akhirnya menemukan kekuatan diri dan ciri khasnya sendiri. Setelah sempat menerbitkan dua buku tentang fashion, tahun 2016 Nina Septiana akhirnya meriis label Nina Nugroho, yang diambil dari Namanya sendiri dan nama keluarga.

‘’Saya ingin bisa memberikan kontribusi terbaik untuk para wanita muslimah khususnya di bidang fashion,’’ ungkap Nina, mengenai label Nina Nugroho yang ia luncurkan saat itu.

"Akhirnya ingin belajar bisnis yang serius melalui Nina Nugroho. Dari tahun 2016 itu, tantangannya banyak sekali,’’ cerita Nina.

‘’Di awal ada beragam kategori busana, waktu itu saya berpikir, semakin saya mempunyai banyak lini di dalam satu brand, saya akan dicari,’’ tutur Nina Septiana.

‘’Pertama ada busana kerja, signature, casual. Di awal berbisnis, keluar tiga lini brand ini. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya saya menyadari, ternyata tidak begitu cara kerjanya," kenang Nina Septiana.

Nina menggunakan brand Nina Nugroho dengan tuntutan terhadap diri sendiri, agar dia bertanggung jawab dengan brand yang sudah dibangunnya.


Ketika memulai bisnis busana dengan brand Nina Nugroho, ia memilih busana abaya. Abaya dipilih sepulang dari umroh tahun 2016, Nina Septiana melihat pasar abaya cukup bagus karena banyak dipajang di Debenhams.
‘’Namun ternyata tahun itu abaya belum popular di Indonesia, idenya memproduksi abaya lebih cepat dari trend yang ada di Indonesia,’’ papar Nina. Baru di tahun 2018 abaya mulai trend di Indonesia, namun trend abaya tidak bertahan lama, Nina memilih kembali kepada tiga lini di awal, yakni signature, office dan kasual,’’ jelas Nina. Namun tidak mudah melaksanakan bisnis dengan focus yang terbagi.

Nina kemudian memutuskan untuk focus di satu lini, yakni office look di tahun 2017.

"Sesuatu yang tidak fokus itu kita lakukan seadanya. Akhirnya nggak ketemu apa yang kita cari. Kemudian semakin lama, market-nya itu-itu saja, antara idealisme saya dan keinginan pasar tidak match. Akhirnya dihentikan dua brand saya itu, itulah tantangannya," terang Nina Septiana.

Saat memutuskan untuk fokus membuat busana muslimah office look, Nina meriset keinginan pasar, me-validasi produk, menelaah customer behavior, customer experience, dan mencari tahu pelanggan loyal ke salah satu produk.
Nina akhirnya memutuskan fokus pada kebutuhan wanita muslimah yang bekerja, karena belum banyak brand atau toko yang menyediakannya.
"Kalau di lihat dari jiwa saya lebih dekat ya Nina Nugroho untuk office, akhirnya tahun 2018 konsisten untuk busana kerja muslimah," ujarnya dengan ramah.

Semakin lama, karena Nina fokus menjadi satu-satunya brand di Tanah Air untuk busana kerja bagi muslimah, bisnisnya semakin berkembamg, hingga kini telah memiliki puluhan karyawan yang menjadi tanggungjawabnya.(tresnawati)