Angka keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen masih dibawah 30 persen. Padahal peningkatan partisipasi perempuan di bidang politik sangat penting untuk dicapai. Tujuannya tidak lain untuk menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik.
Hayatun Nufus, S.IP, MPP, MA, Peneliti Senior dari Lembaga Kajian Pembangunan Partisipasi Masyarakat (LKPPM) mengatakan pentingnya keterwakilan kaum perempuan di parlemen juga dilandasi oleh kondisi bahwa yang paling memahami kebutuhan perempuan untuk masuk ke dalam agenda-agenda kebijakan adalah perempuan itu sendiri.
Insigh inilah yang kerap disampaikan ibu dua anak ini saat didapuk menjadi narasumber untuk pelatihan politik dan pemberdayaan perempuan yang digelar berbagai pihak terkait, salah satu diantaranya adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak dari berbagai kota/kabupaten di Indonesia.
Sebelum terjun ke dunia penelitian, Nufus merupakan seorang tenaga ahli di DPR RI. Bidang ini dia tekuninya selama 6 tahun (2009-2015), bahkan kala itu sempat menjadi tenaga ahli untuk Ingrid Kansil, politisi Partai Demokrat yang juga artis sinetron.
Namun kemudian Nufus melepaskan karier tersebut karena memilih fokus menyelesaikan kuliah S2 yang diperolehnya melalui program beasiswa full.
“Tahun 2016 saya lulus S2 dan kemudian terjun sebagai peneliti di LKPPM. Saat itu LKPPM sedang memulai kerjasama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan untuk membuat modul dan pelatihan calon legislatif perempuan dan kami para peneliti sekaligus penulis modul kemudian ditugaskan menjadi fasilitator dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut,” tutur Nufus yang kembali menempuh kuliah S2 (kedua kalinya ) mengenai Kebijakan Publik dari School of Goverment and Public Policy dan lulus tahun 2023 lalu.
Dunia politik perempuan dan pemberdayaan ekonomi perempuan sejak lama memang sudah menjadi perhatian Nufus, bahkan dia sedang berencana untuk terjun langsung ke dunia politik.
“Tapi saat ini saya masih dalam tahap observasi, kira-kira arah politik saya mau berlabuh kemana (partai politik),” lanjut Nufus.
Menyoal makna keberdayaan, menurutnya keberdayaan adalah kemampuan seseorang berdiri di kaki sendiri, berani untuk selalu mengandalkan diri sendiri, dan percaya dia akan mampu mencapai mimpi dan target dalam kehidupannya. Namun itu semua hanya bisa dilakukan dengan kerja keras dan terus belajar.
"Keberdayaan adalah suatu hal yang mutlak dan memungkinkan untuk terjadi jika kita mau memperjuangkannya dan itu jelas bersifat reliable dalam artian kosisten sama di semua tempat, "ujar Nufus, lagi.
Nufus mengaku gembira bahwa saat ini semangat keberdayaan di kalangan perempuan bisa ditularkan. Salah satunya dengan membangun pola fikir bersama melalui diskusi efektif yang membagi peristiwa nyata dan langkah-langkah mencapai keberhasilan keberdayaan tersebut.
"Sebagai contoh, dalam beberapa kesempatan kursus-kursus pemberdayaan perempuan saya sering melakukan metode "Bertukar Cerita Inspirasi" baik cerita dari peserta lokal maupun kisah dari luar daerah bagimana seseorang bisa bangkit dan berdaya.
Ternyata keberhasilan keberdayaan orang lain mampu memompa semangat bagi diri kita juga, dengan istilah bahwa jika mereka bisa maka saya juga mampu. Hal inilah yang juga selalu saya coba bagi dengan lingkungan terdekat saya, " papar Nufus.
Disamping meneliti dan menjadi narasumber, belakangan Nufus aktif sebagai dosen tamu untuk mengajar mata kuliah perempuan politik di sejumlah kampus. Mengajar bagi Nufus bukan sekedar seru, sekaligus menjadi passion baginya.
"Mengajar itu seperti melepaskan bibit ke lahan, kita menebar dan kemudian kita pula yang menuai. Dalam artian kita menebar Ilmu namun kita merasakan Ilmu itu mengembang tajam dalam proses belajar dan diskusi yang kemudian memperkaya dirinya juga.
Saya merasakan dinamika didalam mengajar itu terus tumbuh dan berkembang dan mata rantainya tidak pernah putus, inilah yang kemudian terus memompa saya untuk belajar dan kemudian estafet mengajarkan kembali kepada teman-teman mahasiswa maupun peserta pelatihan,” renungnya.
Sebagai perempuan yang aktif bekerja di luar rumah, Nufus berusaha menyeimbangkan satu sama lain. Dikatakan Nufus, upaya menyeimbangkan tugas domestik seorang Ibu dengan aktifitas baik itu bekerja ataupun belajar tentu harus dibangun melalui sistem yang jelas, kokoh, dan setara.
"Langkah ini yang saya coba diterapkan dlm keluarga kecil saya sehingga memudahkan saya melakukan penyeimbangan tugas diluar dan domestik.
Sebagai contoh misalnya, meskipun sdng beraktifitas diluar rumah saya tetap melakukan kontrol terhadap anak dan keperluan domestik dengan berkomunikasi aktif.
Jadi, jika ada pemikiran yang menyebutkan bahwa wanita punya kemampuan itu "Multi Tasking" dalam artian kita perempuan sering kali mampu melakukan banyak hal dan berfikir dalam waktu yang sama itu saya setuju sekali. Maka tentu dalam pembagian tugas domestik dan pekerjaan bisa kita perempuan lakukan dengan efisien, "kata perempuan yang menyukai perjalanan dengan mengendarai mobil ke sejumlah kota di Indonesia untuk mengenal budaya masyarakat lokal beserta kulinernya.
"Alhamdulillah hobi ini masih saya pelihara, sebab saya senang sekali mengemudi kendaraan. Melintasi perjalanan dari satu kota ke kota lain didaerah, kenal budaya masyarakat lokal, kuliner, dan terkadang saya sempatkan berenang di curug atau pantai lokal. Ini hoby tersendiri untuk saya, " lanjutnya.
Apakah perempuan saat ini sudah berdaya? Menurut Nufus untuk menjawab pertanyaan ini harus dikupas dari berbagai faktor dan tidak bersifat tunggal.
Namun menurut dia, saat ini jika dilihat dari segi peluang keberdayaan perempuan dan laki-laki di Indonesia memiliki kesempatan yang setara dalam mengakses pembangunan, serta mendapatkan manfaat didalamnya.
"Maka terkait hal tersebut, saya melihat; pertama, realita yang ada sampai saat ini memang perempuan masih terbentur oleh peran beban ganda yang dimilikinya, maka tentu perempuan harus punya posisi tawar dalam merumuskan sistem dalam rumah tangganya utk mereduksi beban ganda tersebut.
Kedua, perempuan dapat berdaya jika dia memiliki kesempatan pendidikan yang baik. Maka, perempuan di Indonesia harus aktif dalam mengejar pendidikan pada level yang lebih tinggi. Hal ini bisa diakses jika perempuan mau mendorong dirinya untuk mengejar beasiswa-beasiswa pendidikan yang saya lihat sudah cukup banyak dan terbuka informasinya di Indonesia.
"Dan terakhir, jika dilihat dari IDG (Index Pemberdayaan Gender) yang mencakup peran perempuan di bidang Ekonomi dan Politik dimiliki Indonesia, maka IDG Indonesia terus bertumbuh ya, sebagaimana catatan BPS dimana skor Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia pada 2022 mencapai 76,59 poin atau berada di level "tinggi". Ini patut disyukuri namun harus terus kita tingkatkan dengan terus berpartisipasi aktif untuk memperkuat pemberdayaan perempuan di Indonesia. (Dewi Syafrianis)